Kamis, 17 September 2009

selamatan

selamatan

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Syukur ada 3 elemen yaitu ilmu, hal dan amal. Ilmu merupakan pangkalnya, lalu timbullah hal dan dari keduanya maka timbullah amal.

Orang – orang meluapkan rasa syukurnya dengan berbagai cara ada yang dengan sedekah, syukuran ataupun lainnya.

Sedekah atau biasa disebut acara keluarga yang mengundang tetangga sekitar, sedang syukuran adalah sedekah untuk peristiwa gembira. Adapun untuk acara sedih atau meminta perlindungan disebut selamatan. Selain itu masih ada lagi yaitu hajatan (sedekah meminta sesuatu ).

Banyak orang salah langkah dalam semua hal itu. Mari kita bahas satu persatu

1. Syukuran

Orang – orang mengadakan syukuran sebagai ucapan rasa syukur atas ni’mat Alloh Swt dengan bermacam – macam cara. Islam tidak melarang adanya syukuran, apabila cara penyampaiannya benar. Banyak orang mengadakan syukuran dengan mendatangkan tetangganya, lalu ada acara makan – makan, pokoknya bergembira bersamalah. Ada juga yang mendatangkan tetangga lalu diadakan selamatan . Dalam hal itu masyarakat cenderung keliru dalam menyampaikan rasa syukurnya. Lebih baik orang – orang yang mengadakan syukuran itu berbagi dengan fakir miskin, yatim piatu dan orang – orang yang benar – benar membutuhkan itulah penyampaian wujud syukur yang benar.


2. Selamatan

Syukuran, selamatan dan hajatan sebenarnya adalah satu yaitu sedekah. Selamatan juga bisa disebut syukuran, syukuran caranya juga bisa dengan selamatan ataupun hajatan juga bisa disebut selamatan. Yang membedakan hanyalah dalam hal tujuannya.

Dalam sejarah Islam Indonesia, dikatakan diwariskan tradisi islami dari nenek moyang kita terdahulu yaitu yang salah satunya adalah selamatan. Padahal tidak ! apabila kita tengok, para Wali Songo tidak ada yang menggunakan selamatan sebagai cara berdakwah mereka. Selamatan cenderung mengarah kepada warisan budaya Hindu dan Budha di Indonesia.

Dengan melihat itu sangat jelas bahwa selamatan itu adalah bid’ah. Baik selamatan mau puasa atau mau habis bulan puasanya, selamatan hari kelahiran, selamatan karena mempunyai hajat, selamatan kematian seseorang dari hari 1 sampai hari ketujuh, selamatan rumahnya dan sebagainya.

Sejak zaman Rosululloh hingga zaman para sahabat, tidak ada yang namanya selamatan. Nabi mengajarkan kita hanya bersedekah, baik bersedekah harta maupun jiwa.

Nabi Saw bersabda :

“ Jauhkanlah siksa neraka dengan bersedekah walaupun hanya dengan separuh kurma, jika tidak bisa menemukan separuh kurma dengan perkataan yang baik ” ( Lubadul Hadits ).

Tidak ada acara makan – makan, foya – foya. Tidak ada pembagian sedekah yang tidak adil. Karena semua telah diatur oleh Islam, bagaimana rukun bersedekah dan siapa yang berhak menerimanya.

Selamatan pada hari kelahiran merupakan suatu bid’ah, karena semasa hidupnya Rosululloh tidak pernah melakukannya begitu pula para sahabat yang begitu dekat dengan Rosululloh, sama halnya dengan selamatan diwaktu puasa Romadhon, karena hal itu tidak termasuk fardhunya puasa bukan pula termasuk sunah dari puasa, sama sekali Rosululloh dan para sahabat tidak pernah melakukannya.


Lalu selamatan untuk hajatan, itu cenderung salah kaprah, karena Islam mengajarkan apabila seseorang mempunyai hajat, maka sholatlah tentunya dengan sholat Hajat. Alloh berfirman Surat Al – Mu’min ayat 60

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ {60}

Dan Rabbmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku,niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".(QS.40:60)

Untuk selamatan hari kematian hari 1 sampai tujuh harinya. Sama halnya dengan selamatan untuk hajatan yaitu cenderung salah kaprah.

Diriwayatkan “ Apabila telah lewat 3 hari dari kematian, ruh meminta izin kepada Alloh untuk turun dunia melihat jasadnya yang terkubur, lalu hari ke 5 nya dan hari ketujuh setelah meninggalnya ”.

Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahwa apabila seseorang mukmin mati, rohnya turun ke bumi mengelilinggi rumahnya, selama 1 bulan. Melihat siapa yang mewarisi hartanya, bagaimana cara membaginya. Apabila genap 1 bulan ruhnya pulang kekuburnya kemudian keluar lagi melihat seisi rumah, siapa diantara anak, istri dan keluarganya yang mendoakannya dan menangisi kepergiannya. Setelah 1 tahun ruhnya diangkat dikumpulkan bersama ruh – ruh orang mukmin yang telah meninggal dunia.

Banyak orang yang mengatakan selamatan 1 sampai hari ketujuh hari itu sebagai salah cara mengirim doa kepada orang yang sudah mati, karena apabila anak dan saudaranya tidak bisa mendoakan dapat di wakilkan kepada ulama atau orang lain. Hal itu kurang benar.

Ibnu Abbas r.a berkata :
“ Apabila datang hari raya Idul fitri, Idul Adha, hari Arafah, hari Asyura, hari Jum’at pertama pada bulan Rajab, malam Nifsu Sya’ban, malam Lailatul Qadar dan dari dalam kubur, mereka menuju kerumah masing – masing dan berkata kepada penghuninya, “ Kasihanilah kami dimalam yang penuh barakah ini dengan shadaqah meski hanya sesuap nasi. Kami sangat membutuhkannya. Apabila kamu pelit kepada kami bacakanlah pada kami surat Fatikah dimalam yang penuh barakah ini, apakah ada orang yang mau mengasihi kami, masihkah ada yang mau mengingat orang asing ini. Wahai orang – orang yang telah menempati rumahku, wahai orang yang telah menikahi istriku, wahai orang – orang yang tinggal di istanaku, dengarkanlah aku…aku sekarang dalam kesempitan dan kenistaan tolonglah aku…….wahai orang – orang yang mewarisi hartaku, yang menelantarkan anak – anakku yang sekarang jadi yatim, apakah masih ada yang mengingat orang asing ini, tolonglah kami, catatan amalku telah ditutup dan buku amalmu masih terbuka lebar, tidak ada tambahan pahala bagi orang mati, janganlah kamu meluapkan aku mesti secuil roti yang kamu shadaqahkan dan juga doa – doamu, kami sangat membutuhkannya ”.

Apabila mereka mendapat shadaqah atau doa mereka pulang dengan suka cita, tapi kalau tidak mendapatkan apa – apa mereka pulang dengan kesedihan yang mendalam.


Sebenarnya orang mukmin tidak perlu mewakilkan doanya kepada orang yang telah meninggal karena cukuplah bagi ruh orang meninggal dengan dibacakan surat Fatikah ataupun sedikit doa yang orang mukmin bisa.

Apabila kita melaksanakan selamatan dalam 1 sampai hari ketujuh harinya malah timbullah bid’ah. Dan kewajiban kita terhadap orang mukmin yang meninggal dunia hanya ada 4 perkara, memandikan, mengkafani, menyembahyangkan dan mendoakan serta menggubunya. Untuk keluarga ditambah dengan membayar hutang atau kewajiban si mayat yang belum terlunasi ketika masih hidup di dunia.

Mungkin ini yang dapat kami sampaikan, InsyaAlloh bermanfaat.

TANPA ALLOH TULISAN INI TAK TERWUJUD.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar